PRABUMULIH, KS – Lingkar Publik Independen (LPI) baru-baru ini telah merilis hasil survei untuk Pilkada Kota Prabumulih 2024. Hasilnya menunjukkan bahwa pasangan calon Wali Kota Prabumulih Ngesti-Amin mendapatkan 65 persen lebih unggul dari paslon lain.
Belakangan, hasil survei LPI yang dirilis secara internal oleh Partai Golkar tersebut rupanya menjadi sorotan utama dalam perbincangan politik di Prabumulih. Hasil survei ini tidak luput dari kritik dan protes dari berbagai kalangan.
Beberapa pihak menyebut survei tersebut sebagai ‘abal-abal’ dan menganggapnya sebagai bagian dari upaya menciptakan opini publik yang tidak objektif.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Pemenangan Pemilu Partai Golkar Sumsel, Dr Hilmin, S.Pd.I., M.Pd.I, didampingi Liyus Eka Brahma Saputra SH MKn, dan Khairun Nisya selaku peneliti dari LPI angkat bicara.
Hilmin menyatakan bahwa data yang dirilis adalah bagian dari strategi Partai Golkar untuk mengawal pemenangan pasangan calon yang mereka dukung.
Ia menggarisbawahi pentingnya memahami aturan yang berlaku dalam konteks pemilu, menekankan bahwa survei yang dilakukan oleh lembaga resmi seperti LPI tidak termasuk dalam kategori hitung cepat yang diatur oleh Undang-Undang Pemilu.
“Coba kawan-kawan wartawan baca undang-undang pemilu nomor 7 tahun 2017 pasal 449 poin 3. Pelaksanaan penghitungan cepat hasil pemilu wajib mendaftarkan diri ke KPU paling lambat 30 hari sebelum hari pemungutan suara,” ungkap Hilmin didampingi juga oleh Ketua Tim Hukum Paslon Ngesti-Amin, Jhon Fitter SH MH dan mantan Ketua DPRD Prabumulih, Sutarno SE MIKom, saat menggelar konferensi pers yang digelar di Kayu Manis Coffee & Resto, pada Kamis 21 November 2024.
Ia juga menegaskan bahwa dalam Pasal tersebut terkait lembaga survei ataupun lembaga research hasil dari kajian ilmiah yang itu bukan termasuk dalam hitung cepat yang diatur dalam undang-undang ini maka boleh dilakukan sebelum minggu tenang.
“Saya ulang lagi yah seluruh lembaga research atau survey di dalam UU pemilu tahun 2017 boleh menyampaikan rilisnya sepanjang bukan untuk hitung cepat, maka itu diperbolehkan. Hasil pemilu yang dirilis pada saat hitung cepat di TPS itu lembaga survei wajib mendaftar kepada KPU,” tegasnya.
Lebih lanjut Hilmin menuturkan, Partai Golkar memiliki hasil survei sendiri memiliki kepentingan untuk mengawal proses pemenangan paslon yang didukung dan diusung partai Golkar.
“Oleh karena itu kalau ada pihak yang keberatan, tidak memiliki legal standing untuk mengadu ke KPU dan Bawaslu,” ucapnya.
Phaknya juga telah berkoordinasi dengan tim hukum bahwa rilis hasil survei yang dilakukan beberapa waktu lalu adalah hak Partai Golkar selaku partai politik yang diatur dalam UU partai politik yang bertujuan untuk membela kader, anggota partai dan mengawal proses pemenangan dalam pilkada.
Sementara itu, Liyus Eka Brahma, Ketua Pemenangan Pemilu Partai Golkar Provinsi Sumatera Selatan, menambahkan bahwa hasil survei yang dirilis adalah hasil penelitian ilmiah yang sah dan tidak melanggar peraturan yang ada.
Ia menekankan bahwa partai memiliki hak untuk merilis hasil survei sebagai bagian dari strategi politik mereka dalam memenangkan calon yang diusung.
“UU pemilu tidak ada larangan untuk lembaga survei merilis hasil survei mereka ataupun wajib terdaftar dalam KPU atau peraturan KPU tersebut hanya mengatur tentang rilis hasil quick count dan kami merilis hasil survei tersebut tidak di masa minggu tenang. Artinya tidak ada larangan yang kami langgar,” tegasnya.
Ketua Tim Hukum Paslon Ngesti-Amin, Jhon Fitter, juga memberikan penjelasan terkait legalitas hasil survei tersebut. Ia menegaskan bahwa tidak ada persoalan hukum yang terkait dengan hasil survei yang dirilis oleh Partai Golkar.
“Selama pemilu belum memasuki masa minggu tenang, semua pihak masih memiliki hak untuk menyampaikan hasil survei mereka,” tutupnya. (dn)