BENGKULU, KS – Mantan Ketua Komite Nasional Olahraga Indonesia (KONI) Provinsi Bengkulu Mufron Imron, ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dana hibah KONI tahun 2020.
Kabar penetapan Mufron Imron sebagai tersangka itu juga dibenarkan oleh Kabid Humas Polda Bengkulu Kombes Pol Sudarno. Seperti yang dikutip dari Bengkulutoday.com, Selasa (27/4/2021).
“Iya benar MI, ditetapkan sebagai tersangka kemarin (Senin),” kata Sudarno.
Untuk diketahui, dana hibah KONI yang bersumber dari APBD Provinsi Bengkulu sebesar Rp 15 miliar diduga terjadi tindak pidana korupsi. Dalam kasus tersebut, berdasarkan audit BPKP, kerugian negara mencapai Rp 11 miliar.
Sedangkan yang bisa dipertanggung jawabkan Rp 3,8 miliar. Kepala BPKP Bengkulu Iskandar Novianto, Senin (26/4/2021), mengatakan pihaknya sudah menyampaikan hasil audit ke Polda Bengkulu.
“Sudah selesai itu. Sesuai dengan jadwal saya. Tanggal 20 April yang lalu sudah selesai. Tanggal 21 sudah kami tanda tangani lalu disampaikan ke Polda Bengkulu,” ujar Iskandar, dilansir dari Rri.co.id.
Iskandar menjelaskan, dalam hasil auditnya BPKP sudah mengelompokkan anggaran yang bisa diterima pertanggungjawabannya dan mana yang tidak alisa harus dipertanggungjawabkan.
“Sudah kita klasifikasikan. Mana yang dapat dipertanggungjawabkan dan mana yang harus dikembalikan sebagai kerugian negara,” katanya.
Menurut Iskandar, jumlah anggaran yang harus dikembalikan ke negara atau yang harus dipertanggungjawabkan itu mencapai belasan miliar. Ia menyebut, dari anggaran Rp 15,014 miliar uang yang dapat diterima laporannya hanya sekitar Rp 3,8 miliar. Sisanya harus dikembalikan.
“Rp 11 miliar itu harus dipertanggung jawabkan,” tegasnya.
Lebih lanjut Iskandar mengungkap adanya pengendalian internal yang tidak bagus sehingga tata kelola keuangan dana hibah ke KONI itu tak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Penerimaan uang itu harus dicatat dimana, setiap pembayaran itu harus ada pengajuan dan dasarnya apa. Lalu bukti-bukti pengajuan dan penggunaan anggaran itu harusnya ada. Nah di KONI itu sangat lemah. Ini yang harus dibenahi,” urainya.
Tak hanya soal administrasi dan tata kelola, menurut Iskandar, sumber daya manusia di KONI juga perlu dibenahi dan dievaluasi. “Karena ini uang negara, tidak bisa dilepas begitu saja. Harus dicek SDM-nya bagaimana? SOP-nya bagaimana? Jangan-jangan tidak siap.”
Lantas apa saja yang sebenarnya yang menjadi temuan BPKP dalam auditnya? Menurut Iskandar hampir mencakup semua pos. Bahkan ada yang diduga fiktif. Seperti belanja suplemen, peralatan, tryout yang ternyata tidak ada, namun ada tertera dalam laporan belanja. Termasuk belanja makan dan minum rapat-rapat.
“Yang besar-besar misalnya belanja bantuan ke cabor yang mencapai Rp 4 miliar. Ternyata yang direalisasikan hanya sekitar Rp 60 juta. Jadi setiap pos anggaran ada saja masalahnya dengan varian yang berbeda,” ungkap Iskandar, masih dilansir dari Rri.co.id.
Iskandar menandaskan, dalam proses pro justicia yang sedang dilakukan penyidik Polda Bengkulu, pihaknya hanya bersifat menyampaikan hasil perhitungan kerugian negara. Proses berikutnya menjadi kewenangan penyidik.
“Jadi kalau dari kami intinya begitu. Selanjutnya silahkan penyidik. Kecuali audit investigasi. BPKP hanya menyampaikan bahwa telah terjadi kerugian negara yang artinya memang ada unsur tindakan melawan hukum atau menguntungkan diri sendiri dan orang lain. Langkah selanjutnya sudah masuk ke ranah penyidik,” tutupnya. (dn/ak)